Pengertian
Secara etimologi, kata
“monopoli” berasal dari kata Yunani ‘Monos’ yang berarti sendiri dan ‘Polein’
yang berarti penjual. Dari akar kata tersebut secara sederhana orang lantas
memberi pengertian monoopli sebagai suatu kondisi dimana hanya ada satu penjual
yang menawarkan (supply) suatu barang atau jasa tertentu.
Sebelum dikeluarkannya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, pengaturan mengenai persaingan usaha tidak
sehat didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata mengenai perbuatan melawan hukum
dan Pasal 382 bis KUH Pidana.
Berdasarkan rumusan Pasal
382 bis KUH Pidana, seseorang dapat
dikenakan sanksi pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus ribu rupiah atas tindakan
‘persaingan curang’ bila memenuhi beberapa kriteria sbb:
·
Adanya tindakan tertentu yang dikategorikan
sebagai persaingan curang
·
Perbuatan persaingan curang dilakukan dalam
rangka mendapatkan, melangsungkan, dan memperluas hasil dagangan atau
perusahaan
·
Perusahaan, baik milik si pelaku maupun
perusahaan lain, diuntungkan karena persaingan curang tersebut
·
Perbuatan persaingan curang dilakukan dengan
cara menyesatkan khalayak umum atau orang tertentu
·
Akibat dari perbuatan persaingan curang
tersebut menimbulkan kerugian bagi konkruennya dari orang lain yang diuntungkan
dengan perbautan si pelaku
Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 menyebutkan pengertian monopoli, yaitu suatu bentuk penguasaan atas
produksi dan atau pemasaran barang dan atau penggunaan jasa tertentu oleh satu
pelaku atau satu kelompok pelaku usaha. Yang dimaksud dengan pelaku
usaha adalah setiap orang-perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri
maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan
usaha dalam bidang ekonomi.
Pasal 4 ayat 2
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha dapat dianggap
secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa jika kelompok usaha menguasai lebih dari 75% pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu. Dengan demikian praktik monopoli harus dibuktikan
dahulu adanya unsur yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan
kepentingan umum.
Asas
dan Tujuan
Dalam melakukan usaha di
Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan umum dan pelaku usaha. Sementara itu tujuan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah sbb:
1. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi
nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan
persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan
berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, dan kecil
3. Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha
4. Menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha
Kegiatan yang
Dilarang
1. Monopoli
Monopoli adalah pengadaan barang
dagangan tertentu sekurang-kurangnya sepertiganya dikuasai oleh satu orang atau
kelompok sehingga harganya dapat dikendalikan.
2. Monopsoni
Monopsoni adalah keadaan pasar yang
tidak seimbang dan dikuasai oleh seorang pembeli; oligopsoni yang terbatas pada
seorang pembeli.
3. Penguasaan pasar
Penguasaan pasar merupakan proses, cara,
atau perbuatan menguasai pasar yang berupa:
·
Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha
tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan
·
Menghalangi konsumen untuk melakukan hubungan
dengan pelaku usaha pesaing pada pasar bersangkutan
·
Melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku
usaha tertentu
4. Persengkongkolan
Persekongkolan berarti berkomplot atau
bersepakat melakukan kecurangan. Ada beberapa bentuk persekongkolan yang
dilarang oleh UU Nomor 5 Th. 1999 dalam Pasal 22 sampai Pasal 24, yaitu sbb:
·
Dilarang melakukan persekongkolan dengan pihak
lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga mengakibatkan
terjadinya persaingan usaha tidak sehat
·
Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
mendapat informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan rahasia
perusahaan
·
Dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
mengahambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha
pesaing dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan menjadi
berkurang, baik jumlah, kualitas maupun kecepatan waktu yang disyaratkan.
Pasal 1 angka 4 UU No.5 Th.1999
menyebutkan bahwa posisi dominan merupakan keadaan
pelaku usaha yang tidak adanya pesaing yang berarti di pasar ybs dalam kaitan
dengan pangsa pasar yang dikuasaiatau pelaku usaha mempunyai posisi
tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
kemampuan keuangan , akses pada pasokan, penjualan, dan menyesuaikan pasokan
dan permintaan barang atau jasa tertentu.
Persentase penguasaan pasar oleh pelaku
usaha sehingga dapat dikatakan menggunakan posisi dominan sebagaimana ketentuan
di atas adalah sbb:
·
Satu pelaku atau satu kelompok pelaku usaha
menguasai 50% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu
·
Dua atau tiga pelaku usaha satau satu kelompok
pelaku usaha menguasai 75% atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
5. Jabatan rangkap
Seseorang yang menduduki jabatan direksi
atau komisaris suatu perusahaan dilarang merangkap menjadi direksi atau
komisaris perusahaan lain pada waktu yang bersamaan apabila:
·
Berada dalam pasar bersangkutan yang sama
·
Memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan
atau jenis usaha
·
Secara bersama dapat menguasai pangsa pasar
barang dan atau jasa tertentu yang dapat menimbulkan praktik monopoli atau
persaingan usaha tidak sehat.
6. Pemilikan saham
Pelaku usaha dilarang memiliki saham
mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis, melakukan kegiatan usaha dalam
bidang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa
perusahaan yang sama bila kepemilikan tersebut mengakibatkan persentase
penguasaan pasar yang dapat dikatakan menggunakan posisi dominan (UU Nomor 5
Tahun 1999 Pasal 27).
7. Penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan
Dalam menjalankan perusahaan, pelaku
usaha yang berbadan hukum maupun yang bukan berbadan hukum, yang menjalankan
perusahaan bersifat tetap dan terus-menerus dengan tujuan mencari laba, secara
tegas dilarang melakukan tindakan penggabungan , peleburan, dan pengambilalihan
yang berakibat praktik monopoli dan persaingan tidak sehat (UU Nomor 5 Tahun
1999 Pasal 28).
Hanya penggabungan yang bersifat
vertikal yang dapat dilakukan sesuai dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 14.
Perjanjian yang
Dilarang
Oligopoli
Oligopoli merupakan keadaan pasar dengan
produsen dan pembeli barang berjumlah sedikit sehingga dapat mempengaruhi
pasar, maka:
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha dengan
secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa
2. Pelaku usaha patut diduga melakukan penguasaan produksi dan
atau pemasaran barang atau jasa bila dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.
Penetapan harga
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
sbb:
1. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan
harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan
pada pasar bersangkutan yang sama
2. Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar
dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk
barang dan atau jasa yang sama
3. Perjanjian dengan pelaku usaha pesaing untuk menetapkan harga
di bawah harga pasar
4. Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan
bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali barang
dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah dari harga yang telah
dijanjikan
Pembagian wilayah
1.
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan
membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
Pemboikotan
·
Pelaku
usaha dilarang melakukan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk
tujuan pasar dalam negeri maupun luar negeri.
·
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menolak
menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan
tersebut berakibat:
·
merugikan atau dapat diduga akan merugikan
pelaku usaha lain
·
membatasi pelaku usaha lain dalam menjaul atau
membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud mempengaruhi harga dengan
mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang atau jasa.
Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan
perusahaan atau perseroan yang lebih besar dengan tetap menjaga dan
mempertahankan kelangsungan hidup tiap perusahaan atau peseroan anggotanya yang
bertujuan mengontrol produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa.
Oligopsoni
·
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha lain yang bertujuan menguasai pembelian atau penerimaan pasokan
secara bersama-sama agar dapat mengendalikan harga barang atau jasa dalam pasar
ybs
·
Pelaku usaha dapat diduga atau dianggap secara
bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan apabila dua atau tiga
pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai >75% pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu.
Integrasi vertical
·
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan
menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi
barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan
hasil pengolahan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun
tidak langsung.
Perjanjian tertutup
·
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok
atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak dan atau
tempat tertentu.
·
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan
bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli
barang dan atau jasa lain dari pelaku.
·
Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu
atas barang dan atau jasa yang membuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang
menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok, antara lain:
1. harus bersedia membeli barang dan atau jasa dari pelaku usaha
pemasok
2. tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau
sejenis dari pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
3. Perjanjian dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Hal-Hal yang
Dikecualikan dari Undang-Undang Anti Monopoli
Perjanjian yang dikecualikan
1. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan
intelektual, termasuk lisensi, paten, merk dagang, hak cipta, desain produk
industry, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang
2. Perjanjian yang berkaitan dengan waralaba
3. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau
jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan
4. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isisnya tidak memuat
ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih
rendah dari harga yang telah dijanjikan
5. Perjanjian kerja sama penelitian untuk peningkatan atau
perbaikan standar hidup masyarakat luas
6. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh
pemerintah
Perbuatan yang dikecualikan
1. Perbuatan pelaku usaha yang tergolong dalam pelaku usaha
2. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk
melayani anggota
Perbuatan dan atau perjanjian yang dikecualikan
1. Perbuatan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan
peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan untuk ekspor dan
tidak mengganggu kebutuhan atau pasokan dalam negeri
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha
KPPU adalah sebuah lembaga yang
mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya melakukan praktik
monopoli dan atau persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini diatur dalam UU
Nomor 5 Tahun 1999. Tugas dan wewenang KPPU antara lain:
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang telah dibuat
oleh pelaku usaha
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha / tindakan pelaku
usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya
3. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi
4. Memberikan saran dan pertimbangan kebijakan pemerintah
terhadap praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
5. Menerima laporan dari masyarakat/pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
6. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan
usaha/tindakan pelaku usaha yang dapat menimbulkan praktik monopoli /
persaingan usaha tidak sehat
7. Melakukan penyelidikan/ pemeriksaan terhadap kasus dugaan
praktik monopoli/ persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan masyarakat atau
pelaku atau yang ditemukan oleh komisi sebagai hasil dari penelitiannya
8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap
orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang
9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha,
saksi, saksi ahli, atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan
komisi
10. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada
pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
Sanksi
·
Sanksi administrasi
Sanksi ini dapat berupa penetapan
pembatasan perjanjian, pemberhentian integrasi vertikal, perintah kepada pelaku
usaha untuk menghentikan posisi dominan, penetapan pembatalan atas
penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan badan usaha, penetapan pembayaran
ganti rugi, penetapan denda serendah-rendahnya satu milyar rupiah atau
setinggi-tingginya 25 milyar rupiah.
·
Sanksi pidana pokok dan tambahan
Sanksi ini dimungkinkan bila pelaku
usaha melanggar integrasi vertikal, perjanjian dengan pihak luar negeri,
melakukan monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, posisi dominan, pemilikan
saham, penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dikenakan denda minimal 25
milyar rupiah dan setinggi-tingginya seratus milyar rupiah, sedangkan untuk
pelanggaran mengenai penetapan harga, perjanjian tertutup, penguasaan pasar dan
persekongkolan, jabatan rangkap dikenakan denda minimal lima milyar rupiah dan
maksimal 25 milyar rupiah.
Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran
berat dikenakan pidana tambahan sesuai dengan Pasal 10 KUH Pidana berupa:
1. Pencabutan izin usaha
2. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan
pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau
komisaris minimal dua tahun dan maksimal lima tahun
3. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian pada pihak lain.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar